05 Januari 2009

Sepucuk Surat Untukmu

. 05 Januari 2009

Assalam alaikum, Asy syahid, apa kabarmu?

Jelas ada banyak Tanya tentang surat tak bernama ini. Siapapun dirimu,, ku katakana padamu, kita memang belum sempat bertemu. Mungkin bukan waktu yang tepat untuk ber-ta’aruf, meski dengan ini kuharap dapat segera ku akhiri galau.


Aku adalah saudaramu. Disebabkan olehmu, maka telah sampai surat ini di tanganmu. Hari ini, setelah sekian lama menderaskan doa dan harap buatmu dari sini, sesuatu terus saja mengejekku sinis. Begitu, mengganggu ritme dan rutinitas, mencabik kemeja dan baju tidur, memecahkan piring-piring makan, menguncang ranjang dan dinding-dinding kamar, serta menghempaskan setiap yang aku genggam.

Sejak kukenal dirimu dari layar kaca dan lembaran-lembaran media cetak, tiba-tiba ada yang tak biasa dalam diriku. Ah, ada sesuatu di antara kita. Ini tentang suratan yang telah melemparkan kita pada dimensi yang jauh berbeda. Suatu kehendak di luar nalar yang berhikmah entah: takdir namanya!

Garis nasib yang menempamu menjadi menanggung itu, telah menjadikanku merasa sangat bermakna di mata-Nya. Lalu dengan itu, kita jalani masing-masing bagian dengan ikhlas.
Asy Syahid ,Masih dengan rasa cemburu yang memenuhi dada, ku tanyakan ini padamu, “Masihkah debu dan mesiu selimuti hari-hari itu? Tetapkah aroma syahid dan kelebat wangi jannah wahai segenap penjuru tanah suci? Lalu mujahid-mujahid kecil itu? Ada dimana mereka di saat-saat seperti ini? Masihkah sang bunda bisa memeluknya di malam yang dingin?” Ah, terlalu banyak kukira yang ingin kutahu.

Tapi, sungguh… membayangkan mereka berlarian dengan ketapel dan batu di tangan. Serta bom yang melilit di badan, sambil kau kepalkan tangan dan berseru, “Khaibar-khaibar Ya Yahuud… Allahu Akbar!!! Itu membuatku gemetar dan menjadikan keberadaanku bertambah kerdil.

Bahwa, siangmu adalah gerbang surga yang tinggal kau jangkau. Dan malammu adalah saat-saat berpamitan denganNya, itu belum kutemukan di sini. Sebab hari-hariku semenjak dulu dijejali dengan ribuan kemunafikan demi banyaknya ketidakjelasan. Setiap sudut mengepung segala kenikmatan dunia yang semu. Lalu menyeret jiwa dan pikiran pada lilitan kelam yang tak mudah ditebas.

Ku akui, tidak banyak aroma surga di sini. Hari berlau cepat dan malam terlalu lama. Gerbang dan pintu surga tidak sebanyak di tempatmu lalui hidup. Sekali lagi kusampaikan rasa iriku padamu, tang terlahir dari leluhur mulia. Beruntunglah bahwa engkau pernah menjadi sejarah dari tanah itu. Bergembiralah bahwa masih ada banyak yang ingin gantikan peranmu. Dan bersyukurlah… Sebab, saat perjumpaan denganNya segera tiba!

Asy syahid… Kalau telah sampai surat ini di tanganmu, itu berarti aku sudah tak tahan lagi. Berhijrah untuk menjengukmu sambil berhasrat menemui takdir lain yang selalu kudamba. Bertemu denganmu, kuharap ada sesuatu yang bisa teraih. Dan bersamamu, semoga rasa cemburuku yang ada akan bisa lebih bermakna. Begitulah! Senang telah sampaikan ini padamu. Dan nantikanlah aku. Semoga kelak kita bisa dipertemukan dalam kemuliaan serta keagungan namaNya.

Wassalamu alaikum…

 
Fahmi Azzam is proudly powered by Blogger.com | Template by o-om.com