Hari Senin (16/6) ini masyarakat Sumatera Utara akan menyambut kedatangan Gubernur baru yang terpilih melalui Pilkada 2008. Ya, Syamsul Arifin yang telah berhasil memenangkan hati rakyat Sumut untuk memilihnya.
Sebagai pengaemban amanat rakyat, Syamsul Arifin tentunya akan menghadapi tantangan yang sangat besar dan tidak mudah. Sekali lagi tidak mudah. Dalam rentang waktu lima tahun ke depan begitu banyak persoalan yang harus dihadapi mengingat kondisi Sumut yang harus bergegas bangkit dari keterpurukan. Sumut tidak saja harus bangkit sepadan dengan provinsi-provinsi yang ada di Sumatera atau di Indonesia, tetapi Sumut juga harus bangkit sepadan dengan kawasan regional lainnya seperti Singapura ataupun Penang, mengingat posisinya yang berdekatan.
Dalam waktu yang relatif singkat, (lima tahun) Syamsul Arifin harus mampu membuktikan kredibilitasnya sebagai pemimpin yang tangguh dan efektif, manakala secara 'dramatis' mampu mengalahkan lawan-lawannya dalam Pilkada yang lalu, sehingga dengan visi-misi yang sekilas tampak sederhana, namun memunculkan konsekuensi kebijakan yang sangat kompleks dan mungkin sulit untuk dicapai. Manifestasi 'rakyat jangan lapar, jangan bodoh, jangan sakit dan rakyat punya masa depan', adalah konsep pembangunan yang sangat ideal dan menyeluruh.
Rakyat jangan lapar, harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan pengentasan kemiskinan, di mana berdasarkan program BLT tahun ini, jumlah rakyat miskin di Sumut semakin meningkat. Pada tahun 2004 saja penduduk miskin Sumatera Utara mencapai 1,80 juta dari sekitar 11 juta jiwa. Rakyat bukan sekadar bisa makan tiga kali sehari, tetapi gizinya juga harus cukup, sehingga konsekuensinya rakyat harus memiliki pekerjaan dan pendapatan yang layak.
Penyediaan lapangan kerja dan kebijakan bidang pertanian harus mampu diaplikasikan dan mampu menciptakan swasembada.
Rakyat jangan bodoh, menimbulkan konsekuensi peningkatan infrastruktur sekolah yang memadai manakala banyak sekolah yang tidak layak dijadikan tempat belajar. Pekerjaan ini semakin sulit mengingat pendidikan tidak saja persoalan infrastruktur, tetapi persoalan mutunya juga menjadi persoalan penting. Pelayanan terhadap kesejahteraan guru juga merupakan pekerjaan yang membutuhkan penanganan serius dan cepat.
Rakyat jangan sakit, memiliki makna yang sangat luas. Jaminan terhadap faktor kesehatan masyarakat umumnya telah dilakukan oleh kabupaten/kota dengan kebijakan berobat gratis, untuk itu peningkatan pelayanan kesehatan menjadi faktor lanjutan dengan mengoptimalkan peran Puskesmas dengan perangkat-perangkat yang lebih modern, sehingga pandangan bahwa Puskesmas merupakan alternatif terakhir untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat marginal, pelan-pelan dapat dihapuskan. Memberdayakan Posyandu juga merupakan faktor penting, sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan sekaligus sebagai alat untuk mendeteksi penyakit-penyakit menular yang berkembang.
Peletakan dasar kebijakan yang melayani kepentingan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian mandiri harus segera ditancapkan, di samping itu Syamsul Arifin harus bisa menjadi pemimpin yang efektif guna mengawal setiap tahapan menuju Sumatera Utara yang adil dan sejahtera.
Kinerja kepemimpinan Syamsul Arifin harus mencerminkan visi-misi yang pernah diucapkan kepada masyarakat dalam bentuk aksi dan solusi bagi banyak persoalan/agenda terutama kebijakan penanggulangan kemiskinan, mutu pendidikan yang tak boleh dikompromikan, investasi yang terbuka dan berkeadilan, pelayanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu, kebijakan-kebijakan populis dan positif yang pernah diimplementasikan oleh gubernur sebelumnya juga perlu untuk diteruskan seperti misalnya kebijakan good governance dan clean governance ala Rizal Nurdin (almarhum).
Setidaknya dalam satu tahun pertama kepemimpinan Syamsul Arifin, ada barometer yang jelas yang dapat diukur tentang kinerja Gubernur Sumatera Utara. Berawal dari agenda ini memang sebagai pemimpin, Syamsul Arifin harus senantiasa didukung dan dibantu, baik secara teknis maupun secara politis. Sumatera Utara sesungguhnya adalah hamparan provinsi di mana teritorialnya dikuasai oleh 'raja-raja' kecil dalam manifestasi bupati dan walikota. Akan sangat sulit mensinkronkan kesepahaman kebijakan dari seluruh bupati dan walikota, manakala semangat otonomi daerah semakin mengecilkan peran peran gubernur.
Bahkan, seorang Rizal Nurdin yang memiliki latar belakang militer dan berpengalaman teritorial, sangat sulit melakukan koordinasi antarkepala daerah.
Syamsul Arifin tentu pernah merasakan jadi bupati di mana tidak sedikit kebijakan gubernur pada masa lalu juga belum tentu sepaham dengannya ketika memimpin kabupaten Langkat. Namun begitu, dengan karakter Syamsul Arifin yang merakyat, bergaul, sahabat semua suku kita optimis beliau mampu melakukan komunikasi politik, sehingga hambatan struktural dalam birokrasi antara provinsi dengan kabupaten/kota dapat diatasi. Pola 'dua minggu di kantor, dua minggu di daerah' tampaknya konsep yang sangat ideal agar dapat dimanfaatkan untuk menjalin kerjasama yang baik dengan pimpinan di daerah.
Selain itu, hambatan politis juga merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat, mengingat menangnya Syamsul Arifin hanya didukung partai-partai yang relatif kurang besar (PPP, PKS dan lain-lain), sehingga resistensi dari partai seperti Golkar, PDIP dan Demokrat misalnya, harus dapat diantisipasi sehingga menjadi bauran dinamika politik yang dinamis untuk membangun Sumatera Utara.
Sebagai pengaemban amanat rakyat, Syamsul Arifin tentunya akan menghadapi tantangan yang sangat besar dan tidak mudah. Sekali lagi tidak mudah. Dalam rentang waktu lima tahun ke depan begitu banyak persoalan yang harus dihadapi mengingat kondisi Sumut yang harus bergegas bangkit dari keterpurukan. Sumut tidak saja harus bangkit sepadan dengan provinsi-provinsi yang ada di Sumatera atau di Indonesia, tetapi Sumut juga harus bangkit sepadan dengan kawasan regional lainnya seperti Singapura ataupun Penang, mengingat posisinya yang berdekatan.
Dalam waktu yang relatif singkat, (lima tahun) Syamsul Arifin harus mampu membuktikan kredibilitasnya sebagai pemimpin yang tangguh dan efektif, manakala secara 'dramatis' mampu mengalahkan lawan-lawannya dalam Pilkada yang lalu, sehingga dengan visi-misi yang sekilas tampak sederhana, namun memunculkan konsekuensi kebijakan yang sangat kompleks dan mungkin sulit untuk dicapai. Manifestasi 'rakyat jangan lapar, jangan bodoh, jangan sakit dan rakyat punya masa depan', adalah konsep pembangunan yang sangat ideal dan menyeluruh.
Rakyat jangan lapar, harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan pengentasan kemiskinan, di mana berdasarkan program BLT tahun ini, jumlah rakyat miskin di Sumut semakin meningkat. Pada tahun 2004 saja penduduk miskin Sumatera Utara mencapai 1,80 juta dari sekitar 11 juta jiwa. Rakyat bukan sekadar bisa makan tiga kali sehari, tetapi gizinya juga harus cukup, sehingga konsekuensinya rakyat harus memiliki pekerjaan dan pendapatan yang layak.
Penyediaan lapangan kerja dan kebijakan bidang pertanian harus mampu diaplikasikan dan mampu menciptakan swasembada.
Rakyat jangan bodoh, menimbulkan konsekuensi peningkatan infrastruktur sekolah yang memadai manakala banyak sekolah yang tidak layak dijadikan tempat belajar. Pekerjaan ini semakin sulit mengingat pendidikan tidak saja persoalan infrastruktur, tetapi persoalan mutunya juga menjadi persoalan penting. Pelayanan terhadap kesejahteraan guru juga merupakan pekerjaan yang membutuhkan penanganan serius dan cepat.
Rakyat jangan sakit, memiliki makna yang sangat luas. Jaminan terhadap faktor kesehatan masyarakat umumnya telah dilakukan oleh kabupaten/kota dengan kebijakan berobat gratis, untuk itu peningkatan pelayanan kesehatan menjadi faktor lanjutan dengan mengoptimalkan peran Puskesmas dengan perangkat-perangkat yang lebih modern, sehingga pandangan bahwa Puskesmas merupakan alternatif terakhir untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat marginal, pelan-pelan dapat dihapuskan. Memberdayakan Posyandu juga merupakan faktor penting, sebagai garda terdepan dalam pelayanan kesehatan sekaligus sebagai alat untuk mendeteksi penyakit-penyakit menular yang berkembang.
Peletakan dasar kebijakan yang melayani kepentingan masyarakat di bidang pendidikan, kesehatan, dan perekonomian mandiri harus segera ditancapkan, di samping itu Syamsul Arifin harus bisa menjadi pemimpin yang efektif guna mengawal setiap tahapan menuju Sumatera Utara yang adil dan sejahtera.
Kinerja kepemimpinan Syamsul Arifin harus mencerminkan visi-misi yang pernah diucapkan kepada masyarakat dalam bentuk aksi dan solusi bagi banyak persoalan/agenda terutama kebijakan penanggulangan kemiskinan, mutu pendidikan yang tak boleh dikompromikan, investasi yang terbuka dan berkeadilan, pelayanan kesehatan yang berkualitas. Selain itu, kebijakan-kebijakan populis dan positif yang pernah diimplementasikan oleh gubernur sebelumnya juga perlu untuk diteruskan seperti misalnya kebijakan good governance dan clean governance ala Rizal Nurdin (almarhum).
Setidaknya dalam satu tahun pertama kepemimpinan Syamsul Arifin, ada barometer yang jelas yang dapat diukur tentang kinerja Gubernur Sumatera Utara. Berawal dari agenda ini memang sebagai pemimpin, Syamsul Arifin harus senantiasa didukung dan dibantu, baik secara teknis maupun secara politis. Sumatera Utara sesungguhnya adalah hamparan provinsi di mana teritorialnya dikuasai oleh 'raja-raja' kecil dalam manifestasi bupati dan walikota. Akan sangat sulit mensinkronkan kesepahaman kebijakan dari seluruh bupati dan walikota, manakala semangat otonomi daerah semakin mengecilkan peran peran gubernur.
Bahkan, seorang Rizal Nurdin yang memiliki latar belakang militer dan berpengalaman teritorial, sangat sulit melakukan koordinasi antarkepala daerah.
Syamsul Arifin tentu pernah merasakan jadi bupati di mana tidak sedikit kebijakan gubernur pada masa lalu juga belum tentu sepaham dengannya ketika memimpin kabupaten Langkat. Namun begitu, dengan karakter Syamsul Arifin yang merakyat, bergaul, sahabat semua suku kita optimis beliau mampu melakukan komunikasi politik, sehingga hambatan struktural dalam birokrasi antara provinsi dengan kabupaten/kota dapat diatasi. Pola 'dua minggu di kantor, dua minggu di daerah' tampaknya konsep yang sangat ideal agar dapat dimanfaatkan untuk menjalin kerjasama yang baik dengan pimpinan di daerah.
Selain itu, hambatan politis juga merupakan pekerjaan rumah yang cukup berat, mengingat menangnya Syamsul Arifin hanya didukung partai-partai yang relatif kurang besar (PPP, PKS dan lain-lain), sehingga resistensi dari partai seperti Golkar, PDIP dan Demokrat misalnya, harus dapat diantisipasi sehingga menjadi bauran dinamika politik yang dinamis untuk membangun Sumatera Utara.